Search engine

Dari Medan Area, Radio Rimba Raya, Hingga Jejak Telapak Soekarno di Kota Juang

Bireuen, merupakan kabupaten berjuluk Kota Juang yang memiliki peran besar selama pertempuran Medan Area tahun 1947, dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Peran Bireuen pada masa revolusi kemerdekaan tidak hanya sebatas wilayah Aceh semata, melainkan juga berpengaruh hingga se–penjuru nusantara.

Ketika Republik Indonesia kembali diduduki oleh Belanda. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan terus terjadi di mana-mana. Bahkan, terjadinya peristiwa Medan Area bersamaan dengan mobilisasi pasukan pejuang dari Aceh ke Front Medan Area yang diawali dari sebuah radiogram yang dikirim oleh Panglima Sumatera, Mayor Jenderal Soehardjo Hardjowardojo untuk para pemimpin rakyat Aceh. Ia meminta agar pejuang dari Aceh dikirim ke Medan untuk melawan tentara Sekutu. Isi radiogram itu adalah:



“Pengembalian Kota Medan terletak di tangan saudara-saudara segenap penduduk Aceh. Jangan sangsi. Alirkan terus kekuatan Aceh ke Medan dan jangan berhenti sebelum Medan jatuh.”


Sebelumnya, Di lapangan terbang sipil Cot Gapu, 16 Juni 1948, sebuah pesawat Dakota mendarat dengan landai. Ribuan orang bersorak-sorai, sumringah dan bahagia. Pesawat pertama Republik Indonesia itu membawa rombongan Presiden Soekarno, sang proklamator kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Pesawat udara khusus itu, dipiloti Teuku Iskandar, mendarat dengan mulus di lapangan terbang sipil Cot Gapu di tengah hari yang cerah. Disambut gembira oleh rakyat. Kedatangan rombongan Soekarno, tentu juga disambut oleh Gubernur Militer Aceh Teungku Daud Beureueh atau yang akrab disapa Abu Daud Beureueh serta alim ulama dan tokoh masyarakat Bireuen.


Malam harinya, di lapangan terbang Cot Gapu pula, Rapat Umum atau leasing akbar diselenggarakan. Presiden Sukarno berpidato berapi-api, membakar semangat juang rakyat di Karesidenan Bireuen yang datang berbondong-bondong hingga membludak. Padat dan rayap dalam ruh nasionalisme yang agung.


Selama sepekan kemudian, Presiden Soekarno menjalankan roda pemerintahan dari Bireuen. Dia menginap dan mengendalikan pemerintahan RI di kediaman Kolonel Hussein Joesoef, Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan Tanah Karo, di Kantor Divisi X Pendopo Bupati Bireuen sekarang.


Pemilihan Bireuen sebagai tempat pemerintahan sementara bukan hanya karena daerah ini termasuk paling aman, tetapi juga karena Bireuen merupakan pusat kemiliteran Aceh. Letaknya pun sangat strategis dalam mengatur strategi militer untuk memblokade serangan Belanda di Medan Area yang telah menguasai Sumatera Timur. 


Tepat pada 19 Desember 1948, di Bireuen pula, gelora kemerdekaan kembali menggelegar melalui saluran Radio Rimba Raya. Saat itu peranan radio sebagai penyampai berita di tanah air sudah terputus. Hanya Radio Rimba Raya yang masih tegak berdiri di tengah hutan belantara Aceh Tengah, menampilkan lima bahasa, yakni bahasa Inggris, Belanda, China, Urdu dan Arab.


Radio Rimba Raya, membawa suara bergema membakar raga, para patriot dan pejuang bangsa, beranjak kembali dalam semangat perlawanan yang menggelora. Kemerdekaan Indonesia, telah tersebar ke seluruh dunia. Namun Kolonial kembali lagi ke Nusantara, terjadilah Agresi Militer Belanda kedua.


Siaran Radio Rimba Raya itu, disiarkan ke seluruh dunia pada 23 Agustus hingga 2 November 1949. Siaran Radio Rimba Raya inilah yang menjadi dasar digelarnya pertemuan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda yang akhirnya menyatakan bahwa Indonesia sepenuhnya berdaulat. Merdeka. Merdeka. Merdeka. 




Post a Comment